Abstrak. Secara umum, telah diketahui bahwa terjadinya El Nino dan La Nina memberikan dampak yang signifikan terhadap variabilitas musim di Indonesia, terutama pada variasi curah hujan. Sementara itu, penelitian yang mengkaji pengaruh El Nino dan La Nina terhadap parameter meteorologi selain hujan masih cukup sedikit. Untuk mengetahui adanya aktivitas El Nino maupun La Nina dapat digunakan beberapa indikator, salah satunya adalah Indeks Osilasi Selatan SOI. Tulisan ini mengkaji hubungan antara Indeks Osilasi Selatan terhadap parameter selain hujan, yaitu suhu, tekanan, dan kelembapan udara selama 30 tahun 1986-2015 di Stasiun Meteorologi Maritim Semarang menggunakan analisis korelasi. Hasil perhitungan menunjukan bahwa indeks osilasi selatan memberikan pengaruh yang sangat lemah hingga lemah terhadap suhu udara di semua periode dengan koefisien korelasi 0,004 hingga-0,284. Pengaruh indeks osilasi selatan terhadap tekanan udara memiliki hubungan cukup kuat hingga kuat dengan koefisien korelasi-0,554 hingga-0,697, sedangkan koefisien korelasi antara indeks osilasi selatan dengan kelembapan udara menunjukan hubungan sangat lemah hingga cukup kuat dengan koefisien korelasi sebesar-0,09 hingga 0,598. Kata kunci indeks osilasi selatan, suhu udara, tekanan, kelembapan, korelasi Abstract. In general, it is known that El Nino and La Nina give significant effect on season variability in Indonesia, especially in rainfall variation. Meanwhile, there is only few research reviewing about the impact of El Nino and La Nina on meteorological parameters except rainfall. Therefore, this study was conducted to determine the effect of Southern Oscillation Index SOI on air temperature, relative humidity, and air pressure in Maritime Meteorological Station of Semarang within span 30 years 1986-2015 using correlation analysis. The result showed that SOI give very weak to weak effect on air temperature in every period with correlation coefficient ranged between 0,004 up to-0,284, fairly strong to strong on air pressure with correlation coefficient ranged between-0,554 up to-0,697, and very weak to fairly strong on relative humidity with correlation coefficient ranged between-0,009 up to 0,598. Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for free Seminar Nasional Fisika dan Aplikasinya Sabtu, 22 Juli 2017 Bale Sawala Kampus Universitas Padjadjaran, Jatinangor 363 PENGARUH FLUKTUASI NILAI INDEKS OSILASI SELATAN SOI TERHADAP PARAMETER SUHU, TEKANAN, DAN KELEMBAPAN UDARA DI SEMARANG USMAN EFENDI, ANISTIA MALINDA HIDAYAT, LISA AGUSTINA Prodi Meteorologi, Prodi Klimatologi Sekolah Tinggi Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Jl. Perhubungan I No. 5 Pondok Betung, Pondok Aren, Tangerang Selatan Abstrak. Secara umum, telah diketahui bahwa terjadinya El Nino dan La Nina memberikan dampak yang signifikan terhadap variabilitas musim di Indonesia, terutama pada variasi curah hujan. Sementara itu, penelitian yang mengkaji pengaruh El Nino dan La Nina terhadap parameter meteorologi selain hujan masih cukup sedikit. Untuk mengetahui adanya aktivitas El Nino maupun La Nina dapat digunakan beberapa indikator, salah satunya adalah Indeks Osilasi Selatan SOI. Tulisan ini mengkaji hubungan antara Indeks Osilasi Selatan terhadap parameter selain hujan, yaitu suhu, tekanan, dan kelembapan udara selama 30 tahun 1986-2015 di Stasiun Meteorologi Maritim Semarang menggunakan analisis korelasi. Hasil perhitungan menunjukan bahwa indeks osilasi selatan memberikan pengaruh yang sangat lemah hingga lemah terhadap suhu udara di semua periode dengan koefisien korelasi 0,004 hingga -0,284. Pengaruh indeks osilasi selatan terhadap tekanan udara memiliki hubungan cukup kuat hingga kuat dengan koefisien korelasi -0,554 hingga -0,697, sedangkan koefisien korelasi antara indeks osilasi selatan dengan kelembapan udara menunjukan hubungan sangat lemah hingga cukup kuat dengan koefisien korelasi sebesar -0,09 hingga 0,598. Kata kunci indeks osilasi selatan, suhu udara, tekanan, kelembapan, korelasi Abstract. In general, it is known that El Nino and La Nina give significant effect on season variability in Indonesia, especially in rainfall variation. Meanwhile, there is only few research reviewing about the impact of El Nino and La Nina on meteorological parameters except rainfall. Therefore, this study was conducted to determine the effect of Southern Oscillation Index SOI on air temperature, relative humidity, and air pressure in Maritime Meteorological Station of Semarang within span 30 years 1986-2015 using correlation analysis. The result showed that SOI give very weak to weak effect on air temperature in every period with correlation coefficient ranged between 0,004 up to -0,284, fairly strong to strong on air pressure with correlation coefficient ranged between -0,554 up to -0,697, and very weak to fairly strong on relative humidity with correlation coefficient ranged between -0,009 up to 0,598. Keywords southern oscillation index, air temperature, pressure, relative humidity, correlation email 1. Pendahuluan Indonesia merupakan negara kepulauan yang terletak diantara Benua Asia dan Australia, serta diantara Samudera Pasifik dan Hindia. Dengan posisi yang strategis tersebut menyebabkan wilayah Indonesia dipengaruhi oleh sirkulasi monsun yang berbalik arah dua kali dalam setahun. Sirkulasi monsun tersebut disebabkan oleh adanya sel tekanan rendah di benua Asia dan Australia secara bergantian. Pada Bulan Desember, Januari, dan Februari, terdapat sel tekanan tinggi di benua Asia sedangkan pada benua Australia terbentuk sel tekanan rendah sehingga menyebabkan angin bertiup dari benua Asia ke Australia. Selama periode ini angin di sebagian besar wilayah Indonesia bertiup dari barat ke timur yang bersamaan dengan musim hujan. Sementara, pada Bulan Juni, Juli, Agustus terjadi hal yang sebaliknya sehingga angin dari benua Australia berhembus menuju benua Asia. Pada periode tersebut angin di wilayah Indonesia berhembus dari barat ke timur yang bersamaan dengan berlangsungnya musim kemarau [1]. Namun tidak selamanya sirkulasi monsun di Indonesia berjalan normal setiap tahunnya. Hal ini disebabkan musim di Indonesia dipengaruhi oleh faktor global, salah satunya adalah El Nino Southern Oscillation ENSO. ENSO merupakan kombinasi dua fenomena yang berbeda, yaitu El Nino dan Osilasi Selatan. El Nino berkaitan dengan peningkatan suhu muka laut Samudera Pasifik ekuator bagian tengah dan timur, yang terdiri dari fase panas El Nino dan fase dingin La Nina. Sementara Osilasi Selatan merupakan jungkat-jungkit perbedaan tekanan atmosfer antara Australia-Indonesia dengan Samudera Pasifik bagian Timur. Fenomena El Nino dan Osilasi Selatan seringkali saling berkaitan, sehingga muncul istilah ENSO yang merupakan gabungan dari kedua fenomena tersebut[2,3]. Indikator untuk menentukan terjadinya ENSO adalah Sea Surface Temperature SST atau suhu permukaan laut serta Southern Oscillation Index SOI atau Indeks Osilasi Selatan. Apabila suhu muka laut Samudera Pasifik bagian ekuator lebih tinggi dari normal maka terjadi El Nino dan apabila suhu muka laut Samudera Pasifik bagian ekuator lebih rendah dari normal maka terjadi La Nina[3]. Adapun SOI merupakan nilai perbedaan antara tekanan udara di atas permukaan laut Tahiti Pasifik Timur dengan tekanan udara di Darwin Pasifik Barat akibat dari perbedaan suhu muka laut di kedua wilayah tersebut. Suatu keadaan dapat dikatakan sebagai El Nino apabila nilai SOI berada pada posisi minus dalam jangka waktu lebih dari 6 bulan dan begitu sebaliknya untuk menyatakan telah terjadi kejadian La Nina[4]. Meskipun kejadian El Nino prosesnya di Pasifik, dampaknya bisa meluas ke berbagai belahan dunia[5]. Aktivitas ENSO menyebabkan penurunan jumlah curah hujan kekeringan dan peningkatan curah hujan banjir di beberapa wilayah Indonesia[6]. Penelitian lain menunjukan bahwa selama ENSO berlangsung, curah hujan di wilayah Indonesia-New Guenia berkurang pada Bulan Juni-November[7]. Curah hujan merupakan salah satu parameter cuaca yang mengalami perubahan di setiap musimnya. Sementara itu, parameter cuaca yang lain seperti suhu udara,tekanan udara, dan kelembapan udara juga mengalami perubahan di setiap musim. Sudah banyak penelitian yang membahas dampak aktivitas ENSO terhadap curah hujan, namun sangat sedikit yang membahas dampak ENSO terhadap parameter suhu, tekanan, dan kelembapan udara. Oleh karena itu pada penelitian ini dilakukan analisis pengaruh aktivitas ENSO terhadap suhu, tekanan, dan kelembapan udara di Stasiun Meteorologi Maritim Semarang selama periode 30 tahun 1986-2015 dengan melihat tingkat korelasi antara Indeks Osilasi Selatan SOI sebagai salah satu indikator aktivitas ENSO terhadap data suhu, tekanan, dan kelembapan udara. 2. Metode Penelitian Pada penelitian ini, digunakan data suhu, kelembapan, dan tekanan udara selama rentang 1986-2015 yang diambil dari hasil pengamatan di Stasiun Meteorologi Maritim Semarang. Sementara itu, data pembanding yang digunakan adalah data Indeks Osilasi Selatan SOI yang diambil dari situs BOM dengan periode 1986-2015[8]. Data suhu, tekanan, dan kelembapan tersebut diolah ke dalam betuk data anomali dengan metode statistik. Perhitungan nilai anomali tiap parameter ini berguna untuk mengetahui sifat dari parameter cuaca tersebut pada suatu wilayah dalam rentang waktu tertentu. Nilai anomali suhu, tekanan, dan kelembapan udara diformulasikan sebagai ......1 Dimana, Xi adalah nilai suhu, tekanan, atau kelembapan rata-rata selama bulan tertentu, N adalah banyaknya data suhu, tekanan, atau kelembapan rata-rata bulanan. Data anomali suhu, tekanan, kelembapan udara, serta indeks osilasi selatan dicari nilai rata-ratanya setiap tiga bulan berdasarkan sesi monsun, yaitu Desember-Januari-Februari DJF, Maret-April-Mei MAM, Juni-Juli-Agustus JJA, dan September-Oktober-November SON. Analisis korelasi dihitung antara SOI dengan anomali suhu udara, SOI terhadap anomali kelembapan udara, serta SOI terhadap anomali tekanan udara . Sementara itu, nilai korelasi dihitung dengan rumus sebagai berikut ...... 2 Dimana, r adalah koefisien korelasi antara X dan Y, X adalah rata-rata bulanan dari SOI, Y adalah nilai suhu, tekanan, dan kelembapan diamati bulanan dari Stasiun Meteorologi Maritim Semarang. Untuk mengetahui tingkat kuat-lemahnya korelasi antara dua parameter, maka disusun tabel yang mencakup rentang nilai korelasi berikut interpretasinya sebagai berikut Tabel 1. Interpretasi Nilai r koefisien korelasi 0,00 – 0,199 0,20 – 0,399 0,40 – 0,599 0,60 – 0,799 0,80 – 1,000 Sangat lemah Lemah Cukup kuat Kuat Sangat kuat Sumber Sugiyono, 2010 [9] 3. Hasil dan Pembahasan Berikut ini adalah hasil kajian hubungan antara Indeks Osilasi Selatan dengan suhu udara, tekanan udara, serta kelembapan udara hasil pengamatan sinoptik selama 30 tahun 1986-2015 di Stasiun Meteorologi Maritim Semarang. Suhu Udara Nilai rata-rata bulanan suhu udara hasil pengamatan di Stasiun Meteorologi Maritim Semarang dapat dilihat pada gambar 1. Terlihat bahwa selama rentang 30 tahun suhu udara rata-rata tertinggi terjadi pada Bulan Oktober sebesar 28,5℃ dan suhu rata-rata terendah terjadi pada Bulan Januari dan Februari sebesar 27,0 ℃. Peningkatan suhu udara rata-rata terpantau pada Bulan Maret hingga Mei, September, dan Oktober, sementara penurunan suhu udara rata-rata terjadi pada Bulan Juni, Juli, dan November hingga Januari. Gambar 2 menunjukan grafik suhu udara rata-rata untuk setiap periode. Jika dilihat dari suhu udara rata-rata pada setiap periode, terlihat bahwa suhu rata-rata tertinggi terjadi pada periode SON sebesar 28,2℃ dan suhu rata-rata terendah terjadi pada periode DJF pucak musim hujan sebesar 27,1℃. Sementara itu, Udara ◦CBulanGambar 1. Grafik Suhu Udara Rata-rata Bulanan tahun 1986-2015 suhu udara rata-rata untuk periode MAM sebesar 27,9℃ dan suhu rata-rata periode JJA sebesar 27,5 ℃. Grafik tersebut menunjukkan jika suhu udara rata-rata pada periode transisi MAM & SON lebih tinggi dibandingkan dengan periode puncak musim DJF & JJA. Suhu udara rata-rata pada puncak musim hujan DJF menunjukkan suhu rata-rata terendah jika dibandingkan periode lainnya. Gambar 2. Grafik Suhu Udara Rata-rata per Periode Tahun 1986-2015 Hasil analisis korelasi antara indeks osilasi selatan dengan anomali suhu udara dapat dilihat pada gambar 3. Pada gambar tersebut, dapat diketahui bahwa korelasi antara SOI dan anomali suhu udara menunjukan hubungan yang sangat lemah hingga lemah 0,00 < r < 0,399. Meskipun demikian, koefisien korelasi antara SOI dan suhu udara berfluktuasi untuk setiap periodenya. Pada periode DJF koefisien korelasi menunjukan nilai 0,004, kemudian menunjukan nilai negatif sebesar –0,255 pada periode MAM. Sementara pada periode JJA koefisien korelasi menunjukan nilai positif sebesar 0,264 dan kembali menunjukan nilai negatif pada periode SON sebesar –0,284. Korelasi positif ditunjukkan oleh periode puncak musim dan korelasi negatif ditunjukkan pada periode transisi. Pada puncak musim hujan DJF indeks osilasi selatan hampir tidak memiliki pengaruh terhadap suhu udara r = 0,004. Jika terjadi ENSO pada puncak musim penghujan DJF, angin baratan akan melemah namun karena angin baratan tersebut berasal dari Laut Cina Selatan yang bersifat lembap ENSO tidak terlalu memiliki pengaruh yang signifikan terhadap suhu udara[10]. Gambar 3. Grafik Korelasi antara Suhu Udara dengan SOI MAM JJA SONSuhu Udara ◦C MAM JJA SONKoefisien KorelasiPeriode Tekanan Udara Dalam rentang tahun 1986-2015, tekanan udara rata-rata di Stasiun Meteorologi Maritim Semarang menunjukan nilai tertinggi pada Bulan Agustus sebesar 1012,3 mb Gambar 4. Sementara itu, rata-rata tekanan udara terendah terjadi pada Bulan Januari dengan nilai tekanan udara sebesar 1010,1 mb. Selama Bulan Januari hingga Agustus nilai rata-rata tekanan udara terpantau mengalami peningkatan dan kembali mengalami penurunan pada Bulan September hingga Desember. Gambar 4. Grafik Rata-rata Tekanan Udara Tahun 1986-2015 Gambar 5 menunjukan grafik nilai rata-rata tekanan udara selama 30 tahun untuk tiap periodenya. Pada grafik tersebut terlihat bahwa rata-rata tekanan udara tertinggi terjadi pada periode JJA dengan rata-rata tekanan udara sebesar 1011,7 mb dan rata-rata tekanan udara terendah terjadi pada periode DJF dengan nilai rata-rata tekanan udara sebesar 1010,2 mb. Sementara itu, rata-rata tekanan udara untuk periode MAM sebesar 1010,4 mb dan rata-rata tekanan udara untuk periode SON sebesar 1011,4 mb. Gambar 5. Grafik Tekanan Udara Rata-rata per Periode Tahun 1986-2015 MAM JJA SONTekanan udara mb udara mbBulan Hasil analisis korelasi antara indeks osilasi selatan dengan anomali tekanan udara dapat dilihat pada gambar 6. Pada gambar tersebut dapat diketahui bahwa korelasi antara SOI dengan anomali tekanan udara menunjukan hubungan yang cukup kuat hingga kuat 0,40 < r < 0,799. Nilai koefisien korelasi pada periode DJF, MAM, JJA, serta SON secara berturut-turut adalah -0,697, -0,65, -0,554, serta -0,601. Koefisien korelasi dengan nilai negatif mengindikasikan adanya hubungan berbalik arah antara SOI dengan anomali tekanan udara. Apabila SOI meningkat maka tekanan udara menurun, sedangkan apabila SOI menurun maka tekanan udara akan meningkat. Berbeda dengan pengaruh indeks osilasi selatan terhadap suhu udara yang menunjukkan hampir tidak adanya pengaruh pada periode DJF, indeks osilasi selatan memiliki pengaruh kuat terhadap tekanan udara pada periode DJF. Gambar 6. Grafik Korelasi antara Tekanan Udara dengan SOI Kelembapan Udara Nilai rata-rata bulanan kelembapan udara hasil pengamatan di Stasiun Meteorologi Maritim Semarang dapat dilihat pada gambar 7. Terlihat bahwa selama rentang 30 tahun kelembapan udara rata-rata tertinggi terjadi pada Bulan Februari sebesar 84% dan kelembapan udara rata-rata terendah terjadi pada Bulan Agustus dan September sebesar 69%. Peningkatan kelembapan udara rata-rata terpantau pada Bulan Oktober hingga Februari, sementara penurunan kelembapan udara rata-rata terjadi pada Bulan Maret hingga Agustus. Gambar 7. Grafik Kelembapan Udara Rata-rata Tahun 1986-2015 MAM JJA SONKoefisien KorelasiPeriode0102030405060708090Kelembapan Udara %Bulan Pada gambar 8 menunjukan grafik kelembapan udara rata-rata untuk setiap periode. Terlihat bahwa kelembapan udara rata-rata tertinggi terjadi pada periode DJF sebesar 83% dan kelembapan udara rata-rata terendah terjadi pada periode JJA sebesar 72%. Sementara itu, kelembapan udara rata-rata untuk periode MAM sebesar 80% dan kelembapan udara rata-rata periode SON sebesar 73%. Pada puncak musim hujan DJF terdapat sel tekanan rendah di wilayah Australia dan sel tekanan tinggi di wilayah Asia sehingga angin berhembus dari Asia menuju ke Australia monsun barat, sedangkan pada puncak musim kemarau JJA terdapat sel tekanan rendah di wilayah Asia dan sel tekanan tinggi di Australia sehingga angin berhembus dari Australia menuju ke Asia monsun timur. Monsun barat biasanya lebih lembap daripada monsun timur [11]. Hal ini menyebabkan pada periode puncak musim hujan DJF memiliki kelembapan udara yang tinggi, sedangkan pada periode musim kemarau JJA memiliki kelembapan udara yang rendah. Gambar 8. Grafik Kelembapan Udara Rata-rata per Periode Tahun 1986-2015 Hasil analisis korelasi antara indeks osilasi selatan dengan anomali kelembapan udara dapat dilihat pada gambar 9. Pada gambar tersebut, dapat diketahui bahwa korelasi antara SOI dan anomali kelembapan udara pada periode DJF menunjukan hubungan yang sangat lemah dengan koefisien korelasi sebesar sedangkan pada periode MAM menunjukan hubungan lemah dengan koefisien korelasi 0,202. Sementara itu, pada periode JJA dan SON menunjukan adanya hubungan cukup kuat antara SOI dengan anomali kelembapan udara dengan koefisian korelasi untuk JJA sebesar 0,405 dan koefisien korelasi untuk SON sebesar 0,598. Koefisien korelasi dengan nilai positif mengindikasikan hubungan searah antara SOI dengan kelembapan udara pada periode JJA dan SON, sehingga apabila SOI meningkat maka kelembapan udara periode JJA dan SON meningkat, dan apabila SOI menurun maka kelembapan udara periode JJA dan SON juga menurun. Sama halnya dengan kelembapan udara dimana pada periode DJF menunujukkan nilai korelasi yang terendah dan pada periode SON menunjukkan nilai korelasi yang tertinggi. 66687072747678808284DJF MAM JJA SONKelembapan Udara %Periode Gambar 9. Grafik Korelasi antara Kelembapan Udara dengan SOI 4. Kesimpulan Berdasarkan pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa pengaruh Indeks Osilasi Selatan SOI memberikan respon yang berbeda terhadap parameter suhu, tekanan, dan kelembapan udara di setiap musim. Analisis korelasi antara SOI dengan suhu udara menunjukan nilai yang bervariasi antara positif pada periode DJF dan JJA dan negatif pada MAM dan SON. Secara keseluruhan, dapat diketahui bahwa SOI memberikan pengaruh yang sangat lemah hingga lemah terhadap suhu udara di setiap musim. Analisis korelasi antara SOI dan tekanan udara menunjukan hubungan cukup kuat pada periode JJA dan kuat pada periode DJF, MAM, dan SON dengan koefisien korelasi yang konsisten pada nilai negatif di semua periode. Koefisien korelasi yang bernilai negatif menunjukan adanya hubungan berbalik arah antara SOI dengan tekanan udara. Sementara itu Analisis korelasi antara SOI dengan kelembapan udara menunjukan hubungan sangat lemah dan lemah pada periode DJF dan MAM serta cukup kuat pada periode JJA dan SON. Koefisien korelasi yang bernilai positif pada periode MAM, JJA, dan SON menunjukan adanya hubungan searah antara SOI dengan kelembapan udara. Ucapan terima kasih Penulis mengucapkam terimakasih kepada Stasiun Meteorologi Maritim Semarang yang telah membantu penulis dalam mengumpulkan data suhu, tekanan, dan kelembapan udara serta pihak-pihak yang telah membantu dalam penyusunan tulisan ini. MAM JJA SONKoefisien KorelasiPeriode Daftar Pustaka 1. Mulyana, Erwin. 2002. Hubungan Antara ENSO dengan Variasi Curah Hujan di Indonesia. Jurnal Sains dan Teknologi Modifikasi Cuaca, Vol. 3, No. 1, 20011-4 2. Chiew, 1998. El Nino/Southern Oscillation dan Australian Rainfall, Streamflow, dan Drought Links dan Potential for Forecasting. Journal of Hydrology 204 138 – 149. 3. Pratama, Sunu Maulana. 2003. Pengaruh Fenomena ENSO Tahun 1997 dan 1999 terhadap Curah Hujan di Biak. Tangerang Akademi Meteorologi dan Geofisika. 4. Effendy, Sobri. 2001. Urgensi Prediksi Cuaca Dan Iklim Di Bursa Komoditas Unggulan Pertanian. Makalah Falsafah Sains Program Pasca Sarjana/S3. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 5. Muhammad, dkk. 2012. Pengaruh ENSO El Niño and Southern Oscillation terhadap transpor massa air laut di Selat Malaka. Jurnal Depik, 11 61-67 6. Suwandi, dkk. 2014. Pengaruh Aktivitas ENSO dan Dipole Mode terhadap Pola Hujan di Wilayah Maluku dan Papua Selama Periode Seratus Tahun 1901-2000. Jurnal Meteorologi dan Geofisika, Vol. 15, No. 1, 2014 71-76 7. Ropelewski, dan 1987. Global dan Regional Scale Precipitation Patterns Associated with the El Nino/Southern Oscillation. Monthly Weather Review 115 1606-1626. 8. Bureau of Meteorology. Southern Oscillation Index SOI 1986-2015. current/ diakses pada 10 Desember 2016 9. Sugiyono. 2010. Statistika Untuk Penelitian. Bandung Penerbit Alfabeta. 10. Mulyana, Erwin. 2002. Analisis Angin Zonal Di Indonesia Selama Periode ENSO. Jurnal Sains & Teknologi Modifikasi Cuaca, Vol. 3, No. 2, 2002, 115-120 11. Adikusumo, M Latief. 2008. Karakteristik Curah Hujan Dki Jakarta Dengan Metode Empirical Orthogonal Function EOF [skripsi]. Bogor Departemen Geofisika Dan Meteorologi Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor ResearchGate has not been able to resolve any citations for this Southern Oscillation Index SOI has been used as a predictor of variables associated with climatic data, such as rainfall and temperature, and is related to the El Nino and La Nina phenomena, also called the El Nino Southern Oscillation ENSO. The present study aims to describe the characteristics of the SOI between 1876 and 2014 using statistical methods. The graph of the cumulative monthly SOI in the period 1876 - 2014 shows that the data can be divided into 4 periods. The first period, from 1876 to 1919, shows no trend. An increasing trend is apparent in the second period from 1920 until 1975, while a decreasing trend is apparent in the third period, 1976 to 1995. In the last period, between 1996 and 2014, the SOI appears fairly stable. In order to investigate those trends, the linear regression and autoregressive AR model have been fitted. For the linear regression model, the outcome, SOI, is regressed against boxcar function, where the functions model the trends of the SOI. An autoregressive process is used to account for serial correlation in the residuals. The conclusion is that the SOI is quite similar to a random noise MSyamsul RizalJunaidi M. AffanThis research examines the influence of ENSO El Niño and Southern Oscillation in the Malacca Strait with the southern oscillation index using the Pacific Ocean in determining the condition of Normal, El Niño and La Nina as the analysis of mass transpor of sea water, sea surface elevation and the density of the sea. The research methods using the Navier-Stokes equations with force generating tides, winds from the National Centers for Environmental Prediction NCEP Year 1980- 007, salinityLevitus and Boyer, 1994a and temperature Levitus and Boyer, 1994b. Equations of motion of the sea water were modeled with the model of Hamburg Shelf Ocean Model HAMSOM. The results show that the transport in northwestern part of the Malacca Strait is lower, but in the southeastern part is stronger compared to that of in Normal and La Nina events. While in Sea Level Elevation at El Niño event is lower compared to that of in Normal and La Nina events. For sea surface density, the density values are s/d kg/m3 while for the later 30-50 m, the values are 19-21 kg/m3. Sea surface density and density for layer 30-50 m in th southeastern part of Malacca Strait for El Niño events are higher than that of in normal and La Nina event. Key words Sea level elevation, sea density and Hamsom modelChester F. RopelewskiMichael S. HalpertWe investigate the “typical” global and large-scale regional precipitation patterns that are associated with the El Nino/Southern Oscillation ENSO. Monthly precipitation time series from over 1700 stations are analyzed using an empirical method designed to identify regions of the globe that have precipitation variations associated with ENSO. Monthly mean ranked precipitation composites are computed over idealized 2-year ENSO episodes for all stations that include data for at least five ENSOs. The amplitude and phase of the Arm harmonic fitted to the 24-month composite values are plotted in the form of a vector for each station. When plotted on a global map, these vectors reveal both the regions of spatially coherent ENSO-related precipitation and the phase of this signal in relation to the evolution of the composite episode. Time cries of precipitation for the coherent regions identified in the harmonic vector map are examined to determine the magnitudes of the ENSO-related precipitation and th...El Nino/Southern Oscillation ENSO has been linked to climate anomalies throughout the world. This paper presents an overview of the relationship between ENSO and rainfall, drought and streamflow in Australia. The teleconnection between ENSO and the hydroclimate of Australia is investigated using the empirical method of Ropelewski and Halpert and the potential for forecasting the hydroclimate variables are investigated by assessing the lag correlations between rainfall and streamflow and the indicators of ENSO several months earlier. The analyses show that dry conditions in Australia tend to be associated with El Nino. The link between rainfall and streamflow and ENSO is statistically significant in most parts of Australia, but it is not sufficiently strong to consistently predict rainfall and streamflow accurately. The teleconnection is stronger in the latter part of the year, and the analyses suggest that the indicators of ENSO can be used with some success to forecast spring rainfall in eastern Australia and summer rainfall in north-east Australia several months in advance. The ENSO indicators can also be used to help forecast spring runoff in south-east Australia and summer runoff in the north-east and east coasts of Australia. Unlike rainfall, the serial correlation in the streamflow data is generally similar or higher than the lag streamflow-ENSO correlation, and it must be used together with the ENSO indicators in developing streamflow forecast models. The seasonal forecasts of rainfall and streamflow are invaluable to the management of land and water resources, particularly in Australia, where the streamflow variability is higher than in most parts of the Antara ENSO dengan Variasi Curah Hujan di IndonesiaErwin MulyanaMulyana, Erwin. 2002. Hubungan Antara ENSO dengan Variasi Curah Hujan di Indonesia. Jurnal Sains dan Teknologi Modifikasi Cuaca, Vol. 3, No. 1, 20011-4Pengaruh Fenomena ENSO Tahun 1997 dan 1999 terhadap Curah Hujan di BiakSunu PratamaMaulanaPratama, Sunu Maulana. 2003. Pengaruh Fenomena ENSO Tahun 1997 dan 1999 terhadap Curah Hujan di Biak. Tangerang Akademi Meteorologi dan Prediksi Cuaca Dan Iklim Di Bursa Komoditas Unggulan Pertanian. Makalah Falsafah Sains Program Pasca Sarjana/S3. Institut Pertanian BogorSobri EffendyEffendy, Sobri. 2001. Urgensi Prediksi Cuaca Dan Iklim Di Bursa Komoditas Unggulan Pertanian. Makalah Falsafah Sains Program Pasca Sarjana/S3. Institut Pertanian Bogor. SuwandiSuwandi, dkk. 2014. Pengaruh Aktivitas ENSO dan Dipole Mode terhadap Pola Hujan di Wilayah Maluku dan Papua Selama Periode Seratus Tahun 1901-2000. Jurnal Meteorologi dan Geofisika, Vol. 15, No. 1, 2014 71-76Statistika Untuk Penelitian. Bandung Penerbit AlfabetaSugiyonoSugiyono. 2010. Statistika Untuk Penelitian. Bandung Penerbit Angin Zonal Di Indonesia Selama Periode ENSOErwin MulyanaMulyana, Erwin. 2002. Analisis Angin Zonal Di Indonesia Selama Periode ENSO. Jurnal Sains & Teknologi Modifikasi Cuaca, Vol. 3, No. 2, 2002, 115-120Makadari itu, perwatan terhadap ban juga harus dilakukan oleh pemmilik mobil. Salah satu perawatan yang dapat dilakukan untuk menjaga performa ban, yakni
Airlock ini sangat umum memiliki tekanan lebih tinggi di satu sisi dan tekanan lebih rendah di sisi lain. Dalam sistem ini, tekanan udara positif mengalir dari zona internal bertekanan tinggi ke airlock dan dari airlock ke area grade tekanan rendah. Ini mencegah masuknya debu dan kontaminasi dari luar ke airlock dan dari airlock ke sisi dalam.
Angin merupakan bentuk udara yang bergerak. Arah pergerakannya biasanya berasal dari tempat yang memiliki tekanan udara tinggi dan menuju ke tempat yang memiliki tekanan udara yang rendah. Angin juga terdiri dari beberapa jenis, itu tergantung sifat atau pun proses terjadinya. Salah satu diantara jenis angin yang paling sering didengar yaitu angin muson. Angin muson sendiri yaitu gerakan udara yang terjadi akibat adanya perbedaan tekanan udara di daerah daratan benua dan juga di daerah lautan samudra. Perbedaan tekanan udara antara dua daerah ini pun juga cukup mencolok sehingga dapat menyebabkan terjadinya perubahan iklim. Hal ini karena angin muson sendiri terjadi karena pergerakan bumi mengelilingi matahari atau pun rotasi bumi. Pergerakan semu matahari akan memengaruhi intensitas cahaya matahari yang didapatkan di permukaan bumi sehingga secara tidak langsung pun berpengaruh pada tekanan udaranya. Seperti yang sudah saya jelaskan sebelumnya, jika angin ini dapat dibedakan menjadi angin muson barat dan angin muson timur. Proses Angin Muson Kedudukan matahari di belahan bumi selatan Seperti yang kita ketahui bersama, bahwasanya Bumi adalah sebagai salah satu planet di tata surya yang kita tempati ini melakukan gerakan rotasi ataupun memutar yang mengelilingi matahari. Salah satu kedudukan, matahari terhadap bumi yaitu matahari berada di belahan bumi selatan. Kedudukan ini terjadi saat bulan Oktober hingga bulan Maret. Tekanan maksimum di benua Asia dan juga minimum di Benua Australia Karena kedudukan matahari berada di belahan bumi bagian selatan, maka daerah yang terkena sinar matahari yang paling banyak juga terdapat di daerah selatan, yakni di benua Australia. Nah, ketika benua Australia mendapatkan penyinaran yang cukup maksium, maka suhu di benua Australia ini lebih tinggi daripada di benua kita di Asia. Seperti yang kita ketahui bersama pula bahwa daerah yang memiliki suhu lebih tinggi ini akan memiliki tekanan yang lebih rendah. Jadi, bisa dikatakan bahwa benua Australia mempunyai tekanan yang lebih rendah atau pun mempunyai tekanan minimun dibandingkan dengan bena Asia yang mana suhunya lebih rendah tapi tekanannya jeuh lebih tinggi atau tekanannya maksimum. Udara bergerak dari tekanan tinggi ke yang rendah Setelah kita tahu daerah mana saja yang memiliki tekanan lebih tinggi dan tekanan lebih rendah maka kita akan bisa mengetahui udara bergerak dari arah yang mana. Seperti sifat udara yang akan membentuk angin, yakni bertiup dari daerah yang mempunyai tekanan tinggi ke daerah yang mempunyai tekanan rendah, maka udara ini akan bergerak dari arah benua Asia menuju benua Australia. Terjadilah angin muson barat Nah, udara yang bergerak dari benua Asia menuju ke benua Australia ini yang dapat dinamakan angin muson barat. Sehingga angin muson barat ini pun bertiup pada bulan Oktober sampai Maret yang disebabkan oleh karena adanya kedudukan matahari di belahan bumi selatan. Angin yang bertiup dari benua Asia menuju ke benua Australia ini pun membawa sifat tertentu yang akan menyebabkan Indonesia sebagai daerah yang dilewatinya akan mengalami musim penghujan. Jenis-Jenis Angin Muson apa saja yang memengaruhi kekuatan bertiupnya angin muson ini? Salah satu hal yang memengaruhi besar kecilnya tekanan udara pada angin muson ini yaitu keberadaan matahari ataupun posisi matahari terhadap bumi. Setidaknya terdapat empat titik atau waktu matahari terhadap bumi, yaitu Pada taaggal 21 Juni posis matahari berada tepat atau beradar di di 23,5 derajat LU Pada tanggal 23 September, posisi matahari berada tepat atau beredar di atas khatulistiwa Pada tanggal 22 Desember posisi matahari berada tepat atau beredar di 23,5 derajat LS. Pada tanggal 21 Maret posisi matahari berada tepat atau beredar di kawasan khatulistiwa. Posisi- posisi itu yang nantinya akan mempengaruhi terjadinya angin muson yang bertiup dari arah barat daya ke timur laut dan juga dari timur laut ke barat daya ini. Secara garis besar, angin muson dibedakan menjadi dua macam, yakni angin muson barat dan juga angin muson timur. mengenai pengertian dari masing- masing angin muson ini sebenarnya dudah dijelaskan lebih dahulu. Namun agar lebih jelas lagi maka kita akan membahasnya satu per satu. Angin Muson Barat Angin Muson BaratAngin Muson barat atau yang juga disebut sebagai angin muson musim dingin timur laut merupakan angin muson yang bertiup pada kurun waktu bulan Oktober hingga April. Pada saat itu kedudukan semu matahari di belahan bumi selatan. Hal ini kana menyebabkan tekanan udara tinggi di kawasan benua Asia dan tekanan udara menjadi rendah di kawasan benua Australia. Pada saat demikian, bertiuplah angin dari kawasan benua Asia ke kawasan benua Australia. Karena angin yang bertiup tersebut melalui samudera Hindia, maka angin tersebut mengandung uap air yang banyak, sehingga pada bulan Oktober hingga Maret ini Indonesia mengalami musim penghujan. Jadi terjadinya angin muson barat ini akan membawa dampak bagi Indonesia mengalami musim penghujan. Hal ini karena pergerakannya, angin ini melalui wiayah samudera sehingga menyebabkan angin tersebut membawa uap air. Penjelasan lain tentang angin muson barat ini adalah ketika pada bulan Desember, matahari sedang berada di garis balik selatan atau 23,5 LS. Pada waktu ini, daratan Asia menjadi pusat tekanan tinggi, sedangkan daratan Australia menjadi pusat tekanan rendah. Menurut hukum Buys Ballot, angin akan bertiup dari daerah yang memiliki tekanan maksimum ke daerah yang memiliki tekanan minimum. Dan karena menuju ke arah selatah equator atau khatulistiwa, maka angin akan dibelokkan ke arah kiri. Maka bergeraklah angin muson ini dari wilayah benua Asia menuju ke wilayah benua Australia dan juga dari dari Samudera Pasifik bagian barat daya melalui Indonesia bagian tengah dan juga timur menuju ke benua Australia. Angin Muson Timur Angin Muson TimurAda angin muson barat, maka ada juga angin muson timur. angin muson timur ini juga disebut sebagai angin muson musim panas barat daya. Angin muson timur ini merupakan angin muson yang bertiup antara bulan April hingga bulan Oktober di Indinesia. Angin muson timur ini bertiup ketika matahi sedang berada di di belahan bumi utara. Hal ini akan menyebabkan kawasan benua Australia akan mengalami musim dingin sehingga mempunyai tekanan maksimum, dan pada saat itu benua Asia akan bersuhu lebih panas sehingga mempunyai tekanan minimum. Lagi- lagi menurut Hukum Buys Ballot, angin akan bertiup dari daerah yang mempunyai tekanan maksimum ke daerah yang mengalami tekanan minimum, sehingga hal ini akan menyebabkan angin bertiup dari kawasan benua Australia menuju ke kawasan benua Asia. Dan karena menuju utara equator atau khatulistiwa, maka angin akan dibelokkan ke arah kanan. Pada waktu yang demikian maka angin tersebut akan membawa dampak bahwa Indonesia mengalami pembagian musim kemarau. Hal ini terjadi karena angin yang bertiup tersebut melewati daerah gurun pasir yang terletak di bagian utawa benua Australia yang bersifat kering dan angin tersebut hanya melalui lautan yang sempit. Akibatnya angin tidak mengandung uap- uap air dan akan menyebabkan Indonesia mengalami musim kemarau. Maka dari itu mengapa udara di Indonesia pada saat musim kemarau terasa panas? Hal ini tidak lain karena adanya efek atau pengaruh dari angin yang bertiup tersebut melalui gurun pasir sehingga Indonesia pun akan mencicipi panasnya suhu udara karena angin yang bertiup pun mempunyai sifat yang kering. Itulah jenis- jenis dari angin muson yang hanya terdiri dari duan jenis saja, yakni angin muson barat dan juga angin muson timur. hal inilah yang kemudian menjadi jawaban mengapa di Indonesia terjadi dua musim yang sangat beraturan kehadirannya, yakni musim penghujan dan juga musim kemarau. Dampak Angin Muson Dampak Positif Angin yang bertiup berganti- gantian setiap enam bulan sekali ini ternyata mempunyai dampak positif dan juga dampak negatif. Lalu apa sajakah yang menjadi dampak positif dan negatif karena bertiupnya angin tersebut? Dampak positif bertiupnya angin muson barat adalah sebagai berikut Tanaman- tanaman lebih subur dan juga lebih hijau – Angin muson barat memberikan efek terjadinya musim penghujan di Indonesia. Akibatnya curah hujan menjadi tinggi. akibat adanya curah hujan yang tinggi ini maka akan semakin banyak air yang diserap oleh tanaman sehingga tanaman akan menjadi lebih subur dan segar. baca manfaat curah hujan yang tinggi Tidak perlu memakai perairan buatan untuk mengairi sawah – Dampak adanya musim penghujan karena angin muson ini menyebabkan curah hujan yang turun akan semakin tinggi. Hal ini menyebabkan dampak positif bagi para petani karena tidak perlu menggunakan pengairan buatan untuk mengairi sawahnya. Hal ini tentu saja akan menghemat pengeluaran petani untuk bisa melakukan perawatan bagi tanamannya. Selain itu juga akan menyebabkan pengehmatan terhadap air. Mengurangi polusi udara – Dampak positif selanjutnya yang didapat dari bertiupnya angin muson timur ini adalah mengurangi polusi udara dan penyebab pencemaran udara. Ketika banyak hujan yang turun maka polusi- polusi udara yang beruap debu- debu yang berterbangan di udara ikut larut dan juga hanyut dengan air hujan, sehingga otomatis kondisi akan menyebabkan berkurangnya polusi udara yang ada di sekitar kita. Mengurangi resiko kebakaran hutan – Ketika banyak hujan yang turun maka tanaman menjadi subur, tidak layu dan juga tidak kering. Hal ini akan mengurangi resiko terjadinya penyebab kebakaran hutan yang dapat disebabkan karena keringnya bagian dari tumbuh- tumbuhan menjadi sejuk dan tidak panas Dampak positif bertiupnya angin muson timur antara lain sebagai berikut Petani bisa panen dengan tenang – tanpa adanya kekhawatiran akan turunnya hujan lebat, dan penjemuran tanaman pun bisa dilakukan dengan leluasa. Hasil penjemuran tanaman pun akan bagus karena menggunakan sinar matahari yang cukup. Pakaian menjadi cepat kering – Salah satu dampak positif musim kemarau dirasakan oleh ibu rumah tangga dimana akan menuai manfaat yang berupa cucian cepat kering dengan sempurna karena bantuan sinar matahari. Hal ini akan membuat para ibu rumah tangga menjadi bahagia. Nelayan bisa melaut denga tenang – Cuaca cerah yang hangat akan dapat menyebabkan nelayan bisa melaut dengan tenang tanpa adanya kekhawatiran akan datangnya langit yang gelap dan juga hujan lebat. Hal ini kan memepngaruhi prosuktivitas nelayan. Sehingga nelayan akan dapat bekerja secara maksimal dengan aman. Dampak Negatif Angin Muson Berikut adalah beberapa dampak negatif angin muson Dampak negatif bertiupnya angin muson barat Dampak negatif bertiupnya angin muson barat, adalah sebagai berikut Meningkatnya penyakit deman berdarah – Ketika musim penghujan datang maka akan banyak genangan- genangan air yang akan kita temui di lingkungan sekitar kita. Ketika ada banyak genangan air maka akan memicu banyak nyamuk yang keluar dari sarangnya dan mencari tempat untuk meninggalkan telurnya di senangan- genangan air tersebut. Hal ini akan berakibat lahirnya jenitik jentik nyamuk yang kemudian akan menjadi nyamuk yang dapat menyebarkan penyakit DBD atau demam berdarah. Menyebabkan tingginya resiko tanah longsor – Hujan yang kebat akan mudah memicu terjadinya penyebab tanah longsor terutama di daerah daerah perbukitan. Hal ini tentu saja akan membahayakan bagi warga yang mempunyai rumah di daerah- daerah perbukitan tersebut. Hal ini akan di dukung ketika pepohonan yang ada di daerah tersebut sangat sedikit, maka resiko tanah longsor ini akan menjadi lebih besar. Panen petani menjadi gagal – Musim penghujan memang memberi dampak positif bagi petani. Namun hal ini tidak menutup kemungkinan bahwa petani juga akan mengalami hal buruk, yakni berupa gagal panen. Banyak petani yang menghadapi masalah terkait panen mereka ketika curah hujan yang turun terlampau besar. Hal ini dapat terjadi karena areal persawahan banyak yang tergenang air sehingga justru banyak tanaman yang akan mati karena hal tersebut. Selain itu penjemuran padi juga akan sulit dilakukan karena minimnya cahaya matahari dan juga sulitnya untuk mengangin- anginkan padi di tempat terbuka karena hujan yang datang terus menerus. Nelayan menjadi terganggu – Hujan yang datang terus menerus akan menyebabkan nelayan menjadi terganggu dan akibatnya nelayan menjadi susah melaut. Hal ini karena langit ketikan hujan akan terlihat gelap dan hujan deras juga akan menyebabkan resiko apabila nelayan pergi melaut. Dampak negatif bertiupnya angin muson timur Dampak negatif bertiupnya angin muson timur antara lain sebagai berikut Banyak warga kesulitan dalam memperoleh air bersih – Ketika musim kemarau datang, maka beberapa daerah akan mengalami kehabisan stok air bersih. Hal ini akan berdampak buruk, khususnya bagi warga yang tingga di daerah terpencil yang memang sumber air bersih sudah kering atau habis. Hal ini otomatis akan menyebabkan warga kesulitan mendapatkan air bersih untuk memenuhinkehidupan sehari- hari. Banyaknya tanaman yang kering atau mati karena kekurangan air . Meningkatkan resiko kebakaran hutan karena cuaca yang panas dan kondisi tanaman yang kering. demikianlah artiel dari mengenai Angin Muson Pengertian, Proses, Jenis, Dampak, semoga artikel ini bermanfaat bagi anda semuanya.
TTlvwu.